SIMPAR.ID – Aliefin, seorang pengusaha di Jambi yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penadahan 1.087 metrik ton batubara ilegal, hingga kini masih bebas berkeliaran. Kasus ini bermula dari penggelapan yang dilakukan oleh seorang oknum karyawan perusahaan, yang menjual batubara tanpa dokumen resmi kepada Aliefin. Ironisnya, sang karyawan telah divonis 1,3 tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Sengeti yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jambi. Namun, Aliefin sebagai pembeli batubara ilegal tersebut hingga kini belum menjalani proses hukum yang setara, menimbulkan tanda tanya besar mengenai keberpihakan penegakan hukum.
Sudah hampir satu tahun, berkas tersangka Aliefin tertahan di Kejaksaan Tinggi Jambi dan Polda Jambi tanpa kejelasan eksekusi hukum. Publik mempertanyakan, mengapa proses hukum terhadap seorang karyawan bisa begitu cepat, sementara seorang pengusaha justru seolah-olah mendapatkan perlindungan? Fenomena ini kembali menguatkan persepsi bahwa hukum di Indonesia masih “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Berkas perkara yang terus-menerus mondar-mandir antara Polda dan Kejati tanpa penyelesaian yang jelas mencoreng kredibilitas aparat penegak hukum serta menimbulkan kecurigaan adanya intervensi pihak-pihak tertentu.
Masyarakat menuntut transparansi dan ketegasan aparat hukum dalam menangani kasus ini. Jika seorang karyawan dapat langsung divonis dan menjalani hukuman, maka tidak ada alasan bagi seorang pengusaha yang jelas-jelas berstatus tersangka untuk terus dibiarkan bebas. Lambannya proses ini hanya akan semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum, terutama Polri dan Kejaksaan, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
Demi menjaga integritas hukum dan kepercayaan publik, masyarakat berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Presiden Prabowo Subianto segera turun tangan. Penundaan hukum terhadap Aliefin hanya akan semakin membuktikan bahwa ada ketimpangan besar dalam sistem peradilan Indonesia. Jika hukum tidak segera ditegakkan secara adil, maka bukan hanya kredibilitas aparat yang terancam, tetapi juga harapan masyarakat terhadap keadilan yang sesungguhnya. (tok)